Malam ini
sudah berkali-kali saya menulisakan status di facebook dan twitter, namun
selalu saya hapus kembali sebelum diterbitkan. Saya tulis lagi dengan isi
berbeda kemudian kembali saya hapus, begitu seterusnya sampai mungkin ada 6
kali. Kemudian saya terkekeh sendiri, apa ini? Kenapa saya begini ? Sebegitu
pentingkah membuat status di laman itu sehingga saya harus berulang-ulang
menulis dan menghapus? Apa harapan saya jika menurut saya status itu bagus atau
menarik? Tak satupun yg terjawab, saya tidak tau.
Berkali-kali,
sering terlintas di pikiran saya untuk menonaktifkan kedua akun itu. Namun
berkali-kali pula selalu ada penolakan di diri saya. Takut ketinggalan
informasi, takut tidak mempunyai jaringan teman dari banyak tempat, takut tidak
tau bagaimana perkembangan saudara di luar sana dan masih banyak hal yang
membuat saya selalu tidak berhasil menonaktifkan akun-akun itu.
Paragraf
ketiga ini, saya tuliskan hampir sama seperti saya ingin menuliskan status di
facebook & twitter barusan. Saya tulis, saya hapus kembali. Seolah-olah
jika saya mendapatkan orang membaca tulisan ini kemudian saya akan menjadi
artis ? Jika orang suka apa kemudian saya akan menjadi penulis ? Bagaimana
kalau tidak suka? Kemudian saya akan berhenti untuk menulis selamanya ?
Pertanyaan-pertanyaan ini tetap saja tidak bias saya jawab. Apakah ini
kebutuhan ? Saya kadang merasa sangat mudah untuk menuliskan sesuatu ketika ada
pengalaman yang menarik-sangat menarik dan buruk-sangat buruk. Di masa itu
dengan mudahnya saya dapat merangkai kata-kata. Tapi ketika saya dalam kondisi
biasa-biasa saja mengapa saya seperti orang kebingungan ? Entahlah.. Yang saya
yakini adalah saya harus mempunyai dasar atas apa yang akan saya lakukan,
termasuk menulis. Saya harus mempunyai tujuan atas apa yang akan saya lakukan,
termasuk menulis.
Tapi kenapa
harus dengan menulis ?
Orang-orang
mungkin bisa menilai saya dari tulisan-tulisan yang saya buat. ‘Citra’ saya
mungkin bisa terbentuk, berbeda-beda di mata yang berbeda, dari sudut pandang
yang berbeda. Di kalangan Akademisi, sebuah tulisan dapat di uji kebenaran dan
pertanggung jawabannya untuk memberikan sebuah ‘citra’ bagi sang penulisnya.
Citra itu adalah gelar akademisi. Lalu apa gelar yang saya dapat jika
orang-orang sudah tau ‘citra’ saya dari tulisan-tulisan pendek di situs
jejaring sosial itu? Sedangkan tak pernah sedetikpun tulisan-tulisan saya ini
di uji kebenarannya. Tak pernah ada yang tau apkah itu benar atau salah. Tak
pernah ada yang mempertanyakan tanggung jawab saya atas apa yang saya tulis.
Lalu kenapa saya masih tetap menulis disana? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul
entah dari mana dan untuk apa, saya masih belum tau apa yang saya dapat kalau
saya bisa menjawab pertanyaan yang saya buat sendiri. Mungkin jawaban-jawaban
akan muncul dari mana saja, sama seperti pertanyaan yang muncul dari mana saja.
0 komentar:
Posting Komentar